Direktur Pelaksana PT. Gravfarm Indonesia, Lucy Tedjasukmana telah mengenal tradisi menyesap kopi sejak ia berusia belia. Saat kecil ia sering mencicipi kopi yang sedang diminum ayahnya. Dari sinilah rupanya ia mengenal minuman kopi. Ia tidak bisa melupakan nikmatnya rasa, aroma, hingga campuran komposisinya. Kini ia pun memilih untuk menanam kopi dan menjalani bisnisnya sebagai petani kopi.
Sebagai petani kopi, ia tentu hafal teknik pengolahan kopi yang baik. Ia pun mengetahui kondisi para petani kopi di Indonesia. Ia berupaya memberikan edukasi tentang tanaman kopi kepada para petani melalui pendekatan personal yang santai dan lembut.
Hasilnya, kopi yang ia olah meraih skor tertinggi dan menjadi kopi termahal di Indonesia pada ajang lelang kopi Micro Lots Spesialti Kopi Indonesia (SCAI) di Jakarta. Kopi olahannya terjual dengan harga Rp2.050.000 per kilogram dan tercatat di Museum Rekor Dunia – Indonesia.
Sungguh prestasi yang sangat membanggakan. “Saya lebih senang dibilang seniman kopi daripada pebisnis. Saya lebih menikmati kebersamaan dengan orang-orang (petani kopi) di kampung karena pola pikir mereka masih sangat sederhana,” tuturnya.
Ada sekitar 200 orang petani kopi yang terlibat dalam perusahaannya. Ia pun bekerja sama dengan petani Kelompok Tani Hutan (KTH). Kalau biji kopi yang mereka kirim sesuai dengan kriterianya maka ia ambil. Jika tidak sesuai maka ia memberi tahu kepada mereka tentang teknik pemetikan kopi yang bagus. Ia menyuruh mereka kembali lagi dengan biji kopi yang lebih baik.
“Tak bisa pakai tangan besi, santai, dan harus pendekatan personal yang lembut. Saya senang ngobrol, memetik kopi, membasmi hama, dan ngeliwet atau ngopi bareng di kebun,” ujarnya.
Sumber – Koran Tempo 6-7 Januari 2018
Comments
Off